Asal Wayang

Memang benar cerita wayang berasal dari India, Ramayana dan Mahabarata. Tetapi secara kronologis, wayang itu sudah ada sejak jaman pra Hindu atau para saudagar dari India memperkenalkan agama Hindu di tanah Jawa ini. Dahulu ada semacam ritual pemanggilan arwah, yang konon katanya hanya kaum laki-laki saja yang diperbolehkan mengikuti ritual ini. Biasanya ritual ini dilakukan dibagian ruman yang disebut dengan paringgitan. Coba lihat bentuk-bentuk rumah di desa atau kampung di Jawa Tengah, umumnya rumah mereka terdiri dari 3 bangunan rumah. Nah rumah yang di tengah itu disebut sebagai paringgitan, adapun pembagiannya adalah rumah paling belakang biasa disebut ruang dalam (ndalem ageng), tengah paringgitan (ini biasanya bisa berupan serambi atau bentuk satu rumah) dan yang paling depan adalah pendapa, makanya pada umumnya bangunan pendapa ini terletak di depan, dan disebut pendapa karena memang tidak ditutup dengan dinding.

Gambaran paling jelas adalah bangunan Pura Mangkunagaran, yang dibagi atas pendhapa ageng, paringgitan dan ndalem ageng. Antara pendhapa ageng dan ndalem ageng terdapat sekat seperti teras yang terpapang foto dan gambar silsilah raja Mangkunegaran, sekat atau teras ini biasa disebut dengan paringgitan. Kenapa disitu terpampang foto atau gambar (mungkin kalau di desa hanya terdapat carasilah atau silsilah), karena memang disitu tempat untuk memanggil arwah-arwah mereka. Makanya disebut paringgitan, artinya untuk melakukan ritual pemanggilan arwah. Kenapa pemanggilan ini dilakukan, mungkin untuk mendapatkan petunjuk dalam menjalankan kehidupan. Ingat bangsa jawa mengenal istilah sembahyang, atau Sembah Hyang, Hyang di sini artinya adalah leluhur.

Ritual ini sekarang sudah jarang dilakukan, atau lebih tepatnya semenjak agama Hindu datang, karena sudah membawa cerita-cerita yang berisikan kebajikan, sehingga memungkinkan manusia lebih mudah belajar secara langsung daripada bersusah payah mengadakan acara pemanggilan arwah untuk mendapatkan petunjuk. Konon ritual ini dipimpin oleh seorang “Saman” (seperti dukun) yang diyakini oleh masyarakat setempat mampu mendatangkan arwah leluhur. Dan biasanya dilakukan di tengah malam. Arwah-arwah yang dipanggil datang berbentuk bayangan (wewayangan) dan bisa diajak dialog (tentu saja dengan saman), maka dari kata tersebut kemudian dikenal istilah wayang (bayang).

Pada perkembangannya dibuat sebuah bentuk gambaran atau lukisan yang di tatah sesuai dengan hasil bayangan yang keluar saat diadakan ritual pemanggilan arwah tersebut, dan hanya berwarna hitam. Makanya kondisi wayang itu memiliki tangan panjang. Logikanya ketika bayangan kita yang jatuh kesorot lampu, biasanya kondisi tangan lebih panjang dari tubuh kita. Sampai akhirnya datang epos Mahabarata dan Ramayana yang konon merupakan sejarah suku bangsa Barata di India. Berhubung fungsi Ramayana dan Mahabarata adalah berupa petuah dari nenek moyang, maka orang jawa memandang kesamaan budaya serta adat, sehingga agama Hindu dan kitabnya sangat mudah terserap, itupun juga mengalami perubahan yang banyak dan disesuaikan dengan tradisi lokal yang sudah berkembang. Contohnya berupa cerita-cerita yang banyak melenceng dari mahabarata maupun ramayana, yang diyakini merupakan cerita murni buatan orang jawa. Hingga jaman keraton Surakarta yang oleh jasa pujangga Rangga Warsita mampu membuat sebuah pedoman atau babon baku (pakem) pertunjunkan wayang yang sampai sekarang masih sering digunakan oleh banyak dalang di Jawa Tengah.

Tulisan ini mungkin perlu pembenahan referensi yang kuat, untuk itu butuh bantuan, teman-teman yang lebih paham tentang ini bersedia memberikan tambahan lewat komentar, nanti akan saya edit supaya berguna bagi sejarah bangsa ini.

tolong masukannya yah